I For You [Part 20]

Fantasia Painting(29)

BAB 20

I For You

Cinta yang selalu menjagaku…

A novel by Orizuka

Choi Minho as Surya || Choi Sulli as Princessa || Kim Jongin as Benjamin Andrew || Kang Jiyoung as Bulan || Park Jungsoo as Herman || Choi Siwon as Dirga Setiawan

Rate : Teenager / General

Genre : Romance // Sad-Hurt // School life // Friendship

Length : Chaptered

Summary :

I didn’t think that love was painful, that love was this sad.

Truthfully, I only thought about you.

[HY—366 Days]

.

.

Sudah 2 minggu, Sulli terbaring koma di rumah sakit. Walaupun lukanya sudah menutup dan pendarahannya sudah berhenti, namun kesadarannya belum kembali. Seantero sekolah sudah mendengar tentang hal itu, dan sekarang semua orang mulai merasa bersalah pernah menyangka yang tidak-tidak tentang Sulli.

Penyakit Sulli yang jarang didengar pun menjadi bahan pembicaraan. Tak seorang pun pernah mendengar nama von Willebrand sebelumnya. Setelah melakukan pencarian di internet, barulah orang-orang mengetahui bahwa von Willebrand Disease merupakan penyakit kelainan platelet darah saat luka tak bisa lekas menutup seperti kebanyakan orang normal. Kekurangan faktor von Willebrand dalam darah Sulli membuat darahnya sukar membeku. Gejalanya mirip dengan hemofilia, tetapi penyakit ini lebih banyak ditemukan pada kaum wanita.

Semua orang pun mulai memahami, bahwa penyakitnya-lah yang selama ini membuat Sulli tampak kelewat manja. Keberadaan Kai di sampingnya pun masuk akal. Selain memiliki golongan darah yang sama, Kai juga menjaga Sulli dari hal-hal yang bisa membahayakannya. Karena jika ia mengalami pendarahan, lukanya akan susah menutup. Jika ia menggunakan sendinya untuk hal-hal yang terlalu berat, darah bisa menggumpal dan ia bisa saja cacat selamanya.

Park Jungsoo sekarang sedang mengisi kelas. Suasana mencekam yang ditimbulkan dari 2 bangku kosong di antara mereka membuat kelasnya tidak nyaman selama dua minggu ini. Ia masih ingat bagaimana kelas ini dihebohkan dengan pesan Sulli di papan tulis sehari sebelum kepindahannya. Sebulan setelahnya, anak perempuan itu mengalami kecelakaan yang membuatnya koma. Tak seorang pun di kelas ini yang tidak menyesal karena telah begitu buruk memperlakukan Sulli.

“Sebentar lagi, kalian akan menghadapi Ujian Nasional.” Park Jungsoo membuat perhatian kelas kembali padanya. “Saya yakin kalian pasti bisa, sesuai pesan Sulli.”

Semua anak sekarang menatapnya nyalang. Hanya Minho yang tampak tertunduk, berpura-pura membaca buku cetak. Seluruh sekolah juga sudah tahu bahwa Minho ada di samping Sulli saat kecelakaan itu terjadi, dan ia sudah sebisa mungkin menolong Sulli. Namun, Minho tak bisa berhenti menyalahkan dirinya sendiri.

Park Jungsoo menatap anak-anak muridnya. Selama ini, ia tidak pernah menyangka bahwa Sulli memiliki penyakit itu. Sulli dan orangtuanya hanya memberi tahu kepala sekolah dan guru olahraga, sementara guru-guru lain hanya diinstruksikan untuk tidak memisahkan Sulli dan Kai dalam kelompok macam apa pun. Ia pikir, itu sekadar permintaan egois dari donatur, ternyata ia salah.

“Kalian harus tahu bahwa—”

Seonsangnim!!” Chanyeol tahu-tahu bangkit dari bangkunya, menunjukkan ponsel yang tampak menyala.

“Yaaaak, jangan main hap—”

“Sulli sudah sadar!!” serunya, membuat semua orang serentak menoleh padanya, termasuk Minho. “Tadi saya iseng SMS Kai, dan barusan dia balas!”

“Syukurlah!!!” seru Minhye, tangisnya segera pecah. Dan seperti efek domino, semua anak perempuan sekarang sudah ikut menangis.

Minho sendiri sudah menghempaskan punggung ke sandaran bangku. Kabar itu membuatnya kembali bisa bernapas normal setelah dua minggu yang berat. Ia merasa lega, tetapi di saat yang sama, seluruh tubuhnya terasa lemas.

“Bagaimana jika kita menjenguknya?!” ajak Suzy yang disambut dengan anggukan mantap oleh teman-temannya. Minho menatap pemandangan itu, lalu teringat pada latar ponsel Sulli.

Anak perempuan itu pasti akan sangat gembira.

.

.

.

Koridor rumah sakit dipenuhi oleh suara berisik anak-anak XII IPA 2 Genie High School. Park Jungsoo menggiring mereka semua ke dalam satu barisan dan menyuruh untuk tidak ribut, namun percuma. Mereka sudah begitu bersemangat untuk bisa melihat Sulli lagi.

Minho menatap mereka semua dari belakang sambil tersenyum simpul. Anak-anak ini pasti merupakan kado yang indah untuk Sulli yang baru saja membuka mata setelah dua minggu tertidur.

Dari arah berlawanan, Kai berjalan dengan minuman ringan di tangannya. Langkahnya terhenti saat melihat rombongan itu. Matanya terbelalak, tak percaya pada apa yang dilihatnya.

“Hai, Kai!” Soojung segera melambai dan menghampiri Kai yang masih bengong. “Apa kabar?”

“Baik,” jawab Kai ragu, lalu menatap semua anak yang nyengir senang. Detik berikutnya, Kai tersenyum. “Sulli pasti senang sekali bisa melihat kalian lagi.”

Sekilas, pandangan Kai menangkap Minho yang berusaha untuk tidak terlihat di belakang Park Jungsoo. Semua perhatian segera teralih padanya.

“Ah, harusnya Minho duluan yang bertemu Sulli!” seru Soojung, disambut meriah oleh anak-anak. Semua mendorong Minho hingga anak laki-laki itu sekarang berhadapan dengan Kai.

Kai tersenyum kaku, lalu mengangguk. “Kajja.”

Harusnya, Minho bersyukur karena Kai masih memperbolehkannya bertemu Sulli. Kai benar-benar anak yang baik. Tidak seharusnya Minho berpikir aneh-aneh tentangnya dulu.

Dengan hati berdebar kencang, Minho melangkah masuk ke ruangan berpendingin udara itu. Sulli tampak sedang menonton televisi, kepalanya dibalut perban cokelat. Mendadak, dada Minho terasa sesak. Ia tak pernah merasa sebahagia ini melihat Sulli. Bayangan Sulli tergolek berlumur darah di pangkuannya masih memenuhi otaknya.

“Ssul, lihat siapa yang datang.”

Sulli menoleh saat mendengar suara Kai. Ia menatap Kai, lalu terbelalak saat melihat kerumunan orang di belakangnya.

“Hai, Ssul,” sapa Minho, setengah mati berusaha supaya tak terdengar gugup. Namun, mata Sulli sudah menghipnotisnya seperti dulu.

Mata hazel itu menatapnya lama sebelum akhirnya kembali beralih kepada Kai.

“Siapa, Kai?” tanyanya, lalu kembali menatap Minho polos. “Apa kita kenal?” Jika ada lelucon yang sama sekali tidak lucu, maka inilah tepatnya. Mendadak, Minho merasa seperti sedang syuting sinetron. Sebentar lagi pasti ada sutradara yang berteriak ‘cut’ dan memarahinya karena akting terkejutnya kurang maksimal.

Minho menatap Kai yang seperti sama terkejutnya. Mulut anak laki-laki itu membuka dan menutup, seolah mencari momen yang tepat untuk mengatakan ‘jangan bercanda’. Namun, Sulli tidak seperti sedang bercanda. Anak perempuan itu tampak benar-benar bingung.

“Ssul, mereka… teman sekelas kita.” Kai tersadar dari kekagetannya. “Kamu tidak ingat?”

“Teman sekelas?” Sulli kembali menatap Minho, lalu menggelengkan kepala. “Memangnya kita pernah sekolah?”

Seketika, semua orang saling tatap ngeri. Minho sendiri hanya bisa menatap Sulli nanar, berkali-kali meyakinkan diri bahwa amnesia hanyalah penyakit yang ada di sinetron saat mereka butuh memanjangkan episode. Penyakit yang tidak terjadi di kehidupan nyata.

Namun, ini terjadi. Ini terjadi pada orang yang sangat disayanginya.

Pada Sulli.

.

.

.

Menurut dokter Park, otak Sulli mengalami trauma. Ia mengalami amnesia sebagian, ingatannya terhenti pada tiga tahun lalu. Itu sebabnya ia bisa mengenali Kai, tetapi tidak teman-temannya.

Ini sungguh ironis. Di saat semua temannya mendekatinya, ia malah menjauh. Kai benar-benar tidak pernah berpikir ini yang akan terjadi. Ia sudah begitu senang Sulli bisa sadar, rupanya anak perempuan itu masih harus mengalami musibah lain. Kadang, Kai merasa, hidup ini benar-benar tidak adil padanya.

Ponsel di sakunya tahu-tahu bergetar. Kai mengeluarkannya, lalu membaca pesan singkat yang muncul di sana.

We’re on our way there.

Kai mendesah membaca pesan dari ayahnya. Kedua orangtuanya akhirnya sampai di Indonesia. Mereka sudah mendengar semuanya dari Siwon. Kai harusnya bersyukur mereka tidak menyalahkannya, malah menganggapnya sudah melakukan yang terbaik untuk melindungi Sulli. Namun, Kai tidak merasa demikian. Ia merasa seperti seorang laki-laki yang gagal menepati janjinya sendiri.

Sebuah botol air mineral tahu-tahu masuk ke pandangan Kai. Kai menatap botol itu, lalu mendongak. Jiyoung ada di hadapannya, masih mengenakan seragam sekolah.

Sunbae, sepertinya kau belum sempat minum. Ambillah.” Jiyoung memperhatikan wajah Kai yang kusam dan bibirnya yang pecah-pecah.

Kai menerima botol itu, lalu tersenyum lemah. “Gomawo.”

Masih sambil menatap Kai, Jiyoung duduk di sampingnya. Saat ini, mereka berada di taman rumah sakit. Tadi, saat Jiyoung hendak menjenguk Sulli, ia melihat Kai di sini, sedang termenung menatap air mancur di tengah taman.

“Apa Sunbae baik-baik saja?” tanya Jiyoung khawatir.

Kai menatap Jiyoung, lalu tersenyum. “Aku tidak apa-apa. Jangan khawatir.”

Setelah mengatakannya, Kai kembali menatap kosong air mancur yang menari-nari. Hati Jiyoung terasa sakit saat melihatnya. Semua kejadian ini membuatnya sadar, kalau selama ini anak laki-laki itu menanggung beban yang teramat berat seorang diri. Sekarang setelah Jiyoung tahu, ia ingin Kai membagi beban itu padanya. Namun, Jiyoung tidak tahu harus mulai dari mana.

“Sulli dan aku sama-sama lahir di rumah sakit ini.” Kai tahu-tahu bicara, seolah paham isi hati Jiyoung. “Dia lahir lebih dulu. Waktu itu, dokter menyadari keanehan dalam diri Sulli dan menemukan penyakitnya.”

Jiyoung mendengarkan cerita Kai dengan seksama.

“Orangtua ku dan orangtua Sulli bersahabat sejak lama. Orangtua ku yang memberi tahu orangtua Sulli tentang dia. Orangtua Sulli yang memang belum dikaruniai anak, langsung jatuh hati kepada Sulli dan ingin mengangkat dia sebagai anak. Mereka sama sekali tidak peduli sama penyakit dan sejarahnya.”

“Beberapa minggu setelahnya, aku lahir dengan golongan darah yang sama langkanya. Semenjak itu, orangtua kami menyiapkan masa depan kami. Kami akan dibesarkan bersama, supaya bisa berakhir bersama. Sulli adalah putri, dan aku pangerannya. Aku akan selalu ada untuk Sulli,” lanjut Kai.

Mata Jiyoung melebar, hampir tak memercayai cerita Kai. “Orangtua sunbae kan bisa donor juga untuk Sulli Sunbae. Kenapa harus sunbae sendiri?”

Kai menggeleng. “Sayangnya, golongan darah orangtua aku A dan B negatif. Mereka sama sekali tidak menyangka kalau golongan darah aku akan AB negatif, makanya mereka merasa kalau aku dan Sulli… berjodoh.”

Jiyoung ikut menatap kosong air mancur, bingung dengan segala informasi baru itu. “Tapi… bukannya AB itu bisa didonor sama semua golongan darah?”

“Itu teorinya, tapi sekarang udah tidak relevan,” jelas Kai, membuat Jiyoung mengangguk-angguk pelan.

“Ternyata… rumit sekali ya,” gumamnya, sama sekali tak menyangka ini alasan di balik semuanya.

“Sebenarnya… aku tidak ada masalah dengan semua ini. Aku sayang Sulli. Dia sudah seperti saudara yang tidak pernah aku punya. Dia pun begitu. Sampai akhirnya… kami masuk sekolah itu.” Kai tersenyum pahit. “Sampai akhirnya kami menemukan kebahagiaan kami masing-masing.”

“Kenapa…” Jiyoung mengambil jeda sejenak. “Kenapa kalian tidak menceritakan itu pada kami?”

Kai mendesah. “Seumur hidupnya, Sulli cuma tahu kalau dia spesial. Dia cuma lihat apa yang namanya teman dari film. Saat dia mencoba mencari teman dengan masuk sekolah formal, dia jadi tahu, kalau satu-satunya cara untuk punya teman adalah dengan menjadi normal. Kata ‘spesial’ berbalik menyerang dia. Gara-gara tidak ikut ospek dan tak pernah olahraga, dia jadi dianggap tuan putri dan tak seorang pun berani mendekatinya dari awal sekolah.”

Kai mengambil jeda sejenak. “Sulli terlanjur punya image itu, dan dia takut kalau orang tahu kondisinya, mereka malah akan menganggapnya aneh. Makanya Sulli tidak berusaha mencari teman lagi dan lupa soal itu, sampai dia bertemu sama Oppa mu. Setelah kenal dengan Minho, sedikit demi sedikit Sulli jadi ingat lagi tujuan utamanya masuk sekolah itu. Dia jadi kembali ingin terlihat normal, tapi kamu tahu apa yang terjadi selanjutnya.”

Jiyoung mengangguk-angguk pelan, teringat saat Sulli menjadi bulan-bulanan saat tidak masuk sekolah selama beberapa hari setelah mencoba berolahraga.

“Tidak ada yang mau berteman dengan orang lemah yang selalu butuh bantuan. Pada akhirnya, Sulli hanya akan terus-menerus ingat kalau dia punya penyakit,” kata Kai lagi.

“Tapi… kalian kan bisa terus terang padaku dan Minho Oppa? Kami tidak akan pernah menganggap Sulli sunbae aneh jika tahu yang sebenarnya!”

“Kamu pernah melihat tuan putri menangis darah? Literally?” tanya Kai, membuat Jiyoung terdiam. “Exactly. Sulli terlalu takut Minho akan merasa jijik dan mundur kalau tahu kondisinya. Selain itu, Sulli juga takut dia akan jadi beban untuk Minho yang sedang serius belajar.” Jiyoung menatap Kai lama. “Bagaimana dengan sunbae? Kenapa sunbae tidak memberitahuku?”

“Mianhe Jiy,” sesal Kai. “Aku ingin membaginya denganmu, tapi aku tidak bisa melakukannya tanpa persetujuan Sulli dan Appa nya.”

Jiyoung menunduk. Ia sama sekali tidak tahu masalahnya sepelik ini. Yang ia tahu, Kai dan Sulli adalah pasangan bangsawan di sekolahnya, yang tidak mau bergaul dengan siapa pun. Ia tidak pernah menyangka ada alasan menyedihkan di baliknya. Orang kaya memang sombong, harusnya itu sudah cukup menjadi alasan.

“Seharusnya memang kami tak pernah masuk ke sekolah itu.” Kai mulai menjambak rambut. “Seharusnya kami tetap pada takdir kami. Hanya mengenal satu sama lain.”

“Begitu?” Jiyoung mendengar suaranya sendiri yang bergetar. “Sunbae menyesal?”

Kai menatap Jiyoung lama, lalu menggeleng. “Aku tidak tahu lagi.”

Saat ini, isi kepala Kai seperti terbagi menjadi dua. Ia menyesal masuk sekolah itu karena membahayakan Sulli, namun di sisi lain, ia tidak menyesal karena masuk sekolah itu mempertemukannya dengan Jiyoung.

Sunbae bisa mengambil hikmah dari musibah ini,” kata Jiyoung, membuat Kai kembali menatapnya.

“Kalau Sulli meninggal, hikmah apa yang bisa aku ambil?” tanya Kai tajam.

Sunbae bisa memulai dengan bersyukur.” Jiyoung tersenyum lembut. “Sulli sunbae masih hidup. Dan dia sekarang punya teman-teman yang mau menerimanya.”

Kai menatap Jiyoung lama, lalu kembali menerawang pada air mancur. Kemarin, teman-temannya dengan sabar memperkenalkan diri kepada Sulli. Tak satu pun di antara mereka yang tampak tidak ikhlas. Semuanya tersenyum ceria walaupun Sulli sama sekali tak mengingat mereka. Mungkin, apa yang selama ini Kai dan Sulli percayai tentang teman-temannya salah. Mungkin, Kai dan Sulli telah meremehkan teman-temannya.

Kai menyandarkan punggung, lalu menengadah. Langit sore ini tampak cerah. Hujan tidak akan turun dalam waktu dekat. Ia tidak bisa menangis.

Sunbae benar-benar baik.” Jiyoung menatap Kai. “Kenapa bisa ada orang sebaik Sunbae?”

Air mata Kai mengalir juga. Jiyoung salah. Ia bukan orang baik. Ia hanya anak laki-laki bodoh yang mengacaukan segalanya. Dan di antara segala kekacauan ini, ia masih mengharapkan hal-hal egois.

Ia bukan orang baik.

.

.

.

Minho melangkah ke arah kamar Sulli dengan perasaan senang. Seikat mawar merah segera tergenggam di tangannya. Tadi siang, ia mendapatkan kabar baik dari Kangin. Para donatur sepakat untuk memberikan beasiswa bagi kedua siswa yang membutuhkan. Itu artinya, Minho mendapatkan kesempatan kedua.

Walaupun Sulli tak akan ingat soal hari ini, namun Minho akan membantunya. Hari ini, Minho akan membantu anak perempuan itu mengingat dirinya dan apa yang pernah mereka jalani bersama.

Dada Minho terasa berdebar saat ia tiba di depan pintu kamar Sulli. Rasanya seperti memulai semuanya dari awal. Namun, Minho tak akan keberatan. Minho akan melakukan apa pun supaya anak perempuan itu bisa mengingatnya.

Tangan Minho sudah terangkat, bermaksud mendorong pintu itu, saat pintunya terbuka. Begitu melihat siapa yang keluar dari ruangan itu, Minho melangkah mundur.

Siwon menatap Minho bingung, lalu detik berikutnya, ia paham. Kai sudah menceritakan semua tentang Minho. “Saya…” Minho tergagap. “Saya minta maaf, Tuan. Karena saya, Sulli…”

“Kamu tidak bersalah. Kamu tidak tahu apa-apa,” kata Siwon, membuat Minho menatapnya. “Kamu tidak tahu apa-apa soal Sulli. Ini semua kesalahan saya. Sebagai Appa, saya tidak becus menjaganya. Kamu jangan pernah merasa bersalah.”

Minho menatap Siwon lama, lalu menurut saat pria itu menarik lengannya dan membuatnya duduk di bangku tunggu.

Siwon duduk di sampingnya, lalu mendesah. “Dulu, saya sudah melakukan kesalahan dengan menimpakan tanggung jawab besar ke pundak anak laki-laki kecil. Saya begitu yakin anak laki-laki itu bisa menjaga Sulli, hingga saya memercayakan Sulli sepenuhnya padanya. Saya sangat berdosa.”

Mata Minho melebar, tahu Siwon sedang membicarakan Kai. Jiyoung sudah menceritakan semuanya semalam.

“Sekarang, saya tidak akan mengulangi kesalahan yang sama. Saya akan menjaganya,” kata Siwon lagi, lalu menatap Minho dengan mata teduhnya. “Saya yakin kamu sudah tahu tentang keadaan Sulli saat ini?”

“Ya, Tuan,” jawab Minho, tak berani menatap Siwon.

“Kalau begitu, biarkan semua tetap seperti ini.”

Minho segera mengangkat kepala, menatap Siwon yang telah menatapnya serius. “Maksud Tuan?”

“Biarkan dia mengingat hal-hal yang seperlunya saja.” Siwon berucap lagi, membuat Minho menganga. “Kamu paham maksud saya, kan?”

Mendadak, Minho merasa lemas. Otaknya bisa mencerna perkataan Siwon, namun hatinya menolak untuk memercayainya.

“Saat ini, otaknya tidak bisa mengingat hal-hal yang berat. Dia tidak bisa lagi mengalami stres.” Siwon melanjutkan. “Jika dia dipaksa mengingatmu, dia akan kembali sedih.”

Minho menatap mawar di tangannya kosong.

“Ini bukan soal kaya atau miskin. Ini soal kesehatannya.” Siwon menepuk bahu Minho. “Dan, saya dengar kamu juga sedang mengejar cita-cita kamu. Itu yang penting untuk kalian sekarang. Masa depan.”

Cengkeraman Minho pada batang mawar semakin erat. Siwon memang benar. Yang paling penting sekarang adalah masa depannya.

Namun, ia tidak tahu, apa ia menginginkan masa depan yang tanpa Sulli.

.

.

.

Sulli mengalihkan pandangan dari televisi saat melihat pintu kamar yang terbuka. Minho muncul dari sana dengan senyuman. Sulli mengerjap beberapa kali. “Hai, Ssul. Boleh aku masuk?”

Walaupun masih tampak bingung, Sulli mengangguk. Minho menarik kursi, lalu duduk di sampingnya.

“Gimana keadaan kamu?” tanya Minho.

“Masih sedikit pusing,” jawab Sulli, lantas mengernyit, seperti berusaha mengingat. “Kamu…”

“Minho.” Minho buru-buru menjawab. “Teman sekelas kamu.”

“Ah.” Sulli mengangguk-angguk, lalu mengamati seragam dan ransel Minho. “Kamu sekolah di sekolah elite itu?”

Senyum Minho mengembang, merindukan Sulli yang naif seperti ini. Namun, tidak seperti saat awal mereka berjumpa, Minho tidak sakit hati mendengarnya.

“Iya. Aneh?” Minho bertanya.

“Kamu pasti anak pintar,” komentar Sulli, membuat Minho mendengus geli. Sulli lantas menatap ke arah pintu. “Yang lain mana?”

“Yang lain menyusul,” jawab Minho segera. “Aku ke sini duluan karena… aku ingin buru-buru pulang dan belajar. Mereka terlalu heboh beli ini-itu dulu.”

Sulli mengangguk-angguk sambil mengamati tangan Minho. “Kamu tidak bawa apa-apa?”

“Aku kan miskin.” Minho bersmirk. “Aku tidak mempunyai cukup uang untuk membelikanmu sesuatu. Tapi aku akan mendoakan mu. Pasti.”

Sulli tersenyum. “Gomawo.”

Setelah merekam senyum itu dalam ingatannya, Minho membasahi bibir dan bangkit. “Oke deh. Aku pulang dulu. Sebentar lagi Ujian Nasional, aku tidak boleh terlalu santai.”

Good luck,” kata Sulli, masih memamerkan dua lesung pipinya yang dalam.

Minho mengangguk, berusaha mengindari kecantikan itu. “Cepet sembuh ya, Ssul.”

Ne, Gomawo.”

Minho mulai melangkah ke arah pintu. Setiap langkahnya terasa amat berat, seolah terikat pada bongkahan batu seberat satu ton. Ia tahu, ini adalah akhir dari segalanya. Setelah ini, ia tak akan bertemu Sulli lagi.

“Minho-ssi,” panggil Sulli sebelum Minho sempat keluar ruangan. Minho menoleh, lalu menatap Sulli. “Fighting. Kamu pasti bisa.”

Minho mengangguk, lalu melangkah ke luar dan menutup pintu sambil menghela napas berat. Dadanya terasa sesak mengingat bahwa mereka berpisah dengan cara yang kejam seperti ini. Sulli sudah melupakan kenyataan bahwa mereka memiliki perasaan satu sama lain. Takdir membuatnya harus melupakan segala kenangan yang pernah mereka buat bersama.

Minho meneguk ludah, lantas tersadar bahwa Kai sudah ada di sampingnya. Tangannya menggenggam kopi kaleng.

Minho menatap Kai penuh penyesalan. “Kai, Mianhe, atas segalanya.”

No Problem.” Kai menepuk pundak Minho. “Kalau kau masih merasa bersalah juga, bayar kesalahan itu dengan Ujian Nasional.”

Minho mengernyit, tak mengerti.

“Kalau kau berhasil lulus dengan nilai paling tinggi, baru aku maafkan.”

Minho mendengus mendengar kata-kata Kai. “Itu sama saja dengan kau sudah memaafkanku.”

Senyum terkembang di bibir Kai. Ia tahu, Minho pasti akan lulus dengan nilai terbaik. “Semoga berhasil,” kata Kai lagi. “Aku tahu kau pasti bisa.”

Minho mengangguk, lalu mulai melangkah pergi dengan langkah beratnya. Minho tahu Kai masih mengawasi punggungnya.

“Kai.” Minho berhenti melangkah, lalu menoleh kepada Kai. “Aku tahu permintaan ku aneh. Tapi… tolong jaga Sulli. Cuma kau satu-satunya yang bisa. Aku percaya padamu.”

Kai mengangguk. Walaupun Minho tidak memintanya, ia akan menjaga Sulli. Itu adalah tugasnya. Setelah Minho menghilang di koridor sebelah, Kai mendorong pintu kamar Sulli. Sepintas, ia melihat buket mawar segar di tempat sampah depan kamar anak perempuan itu.

“Ssul, tadi…”

Kata-kata Kai terhenti saat ia melihat Sulli. Anak perempuan itu sedang terisak hebat. Kai segera berderap ke arahnya.

“Ssul, kamu kenapa?” tanyanya panik. “Kepalanya sakit?”

Sulli menggeleng di tengah isakannya. Tangannya mencengkeram baju pasien di bagian dada. Kai menatap anak perempuan itu bingung. Sulli tidak pernah menangis saat ia kesakitan secara harfiah. Ia hanya pernah menangis seperti ini saat hatinya yang sakit.

Kai menoleh ke arah pintu. Apa mungkin…

“Ssul… kamu… sudah ingat?”

Tangis Sulli semakin menjadi-jadi. Kai segera memeluknya, pening sendiri dengan pemikirannya.

“Kai…” isak Sulli pilu.

Semalam, saat Sulli mendadak demam tinggi, Sulli bermimpi. Sebagian demi sebagian ingatannya tentang Minho kembali. Dan saat Sulli akhirnya terjaga di tengah malam dengan sebagian kenangan itu, Sulli memutuskan.

Ia akan membiarkan Minho menyangka ia lupa. Agar Minho tidak merasa bersalah. Agar Minho bisa meneruskan hidupnya dan meraih masa depannya dengan tenang. Seperti inilah Sulli akan mengganti apa yang telah ia hancurkan dulu.

Sulli tak peduli kalau ia sendiri yang harus merasa sakit.

.

.

to be continue…

.

.

a/n : Sesuai janji mimin semalem, sudah di update ya bab 20 nya. 😀

36 thoughts on “I For You [Part 20]

  1. Huaaa…yeay komen….first kah ini??? hahaha eon…gomawo ff nya bener2 bikin nyesek…kasihan banget lihat ssul disni…serem banget penyakitnya…hehehe hhmmm kira2 ini ff happy ending atau sad ending ya…tapi apapun itu…fighting eon…ditunggu next part nya ya…hehehe 🙂 🙂

  2. nyesekkk saeng liat sulli lupa sm teman2″x dn jg minho??d saat temen2″x bs nerima sulli mlhn sulli lupa…
    tmbh lg sulli pura2 lupa sm minho??apa minho bs mencapai masa depan tanpa sulli???

  3. Huaaaaa eonni nyesek bangt bacanya 😥 kasian bngt sulli sma minho sma” harus memendam rasa cinta itu 😦
    Ternyata sulli udh ingt sma minho ya sedih 😥 eonni ya buat mereka bersma :’)
    fighting eon 🙂

  4. ya ampun…baby sull.. 😥
    minho oppa.. 😥
    kenapa jadi sedih bgt kayak gini sih min… baby sull uljima ne..pasti kalian bertemu lagi…kalian itu jodoh jadi pasti bertemu lagi..karna minho oppa udah ditakdirkan buat baby sulli .. 🙂
    ditunggu part berikutnya min.. 🙂

  5. ternyata masalah sulli dan kai begitu rumit dan menyedihkan hmm kasihan bgt sulli 😥
    jadi sulli akhirnya berpura-pura lupa ingatan tentang minho demi masa depan minho? hmmm semoga diending mereka dipersatukan lagi 🙂

  6. Temen” sulli eonni sekarang sudah sadar kenapa eonni jadi yg spesial bukan krn sulli eonni dr orang kaya tapi sulli eonni punya penyakit…
    Nyesek di saat temen” dan minho oppa udah mau berteman ama ssul eonni tp sulli eonni malah lupa ingatan
    Next

  7. Mmmmmm menyesakan dada sulli masih baik walau sakit. Baiklah minsul sabar kejar cita2. Pasti kalian akan bahagia.minho buktikan kamu bisa sulli pasti menunggumu. Kai semoga kamu bahagia jiyounh pasti mengerti

  8. huhuhu sedihh 😥 tapi beruntung sih semuanya jadi tau knp sulli sama kai sikapnya gtu. krn mereka gk boleh terpisahkan. apa yg terjadi sama minsul? apa beneran mereka berdua gk bisa ketemu lagi? hmm. next eon

  9. mewek lagiiii :(. ssul eon tabah banget
    . mau nrima cbaan yang berat bnget. minong oppa smangat biar bisa buat ssul eon bhagia .bagus tor. aku suka bnget jln critanya

  10. Ya ampun Ssul. Kenapa nambah kebohongan lagi sih? 😦 ngaku ajalah sama Minho biar semua bisa happy ending. Ya ampun.. Malin runyam 😦

  11. Ini nangis lagiii bacanyaaaaaa,,,,. Siwon bener jga sih yaaa,,, untung cara ngnomngnya sopan gak hyakitin minho,,tapiii gimana jadi minho?????? Nyesek bgtttt,,, lebih nyesek lagi baca sulli udah inget,,huwaaa ya ampuuunn sakitnya jadi sullli,,ininsedih bemer miiinn

  12. Terharu banget baca part ini 😥 😥 😥
    Kasian banget sulli eonni sama minho oppa sama sama mengorbankan perasaannya
    Sulli eonni pura pura amnesia dan minho oppa harus ninggalin sulli eonni demi kebaikannya

    😥 😥 😥 kapan sulli eonni sama minho oppa bisa bersatu??
    Semoga part bahagianya cepet keluar

    Penasaran sama cerita selanjutnya
    Ditunggu ya thor
    Gomawo ^^

  13. Syukurlah sulli segera sadar,,,, aku g biss bayangkan kalo sulli terus2an koma 😦 Kasian sulli,,,, demi minho dia rela pura2 lipa ingatan agar minho tak merasa bersalah,,,,,
    Apakah sulli dan minho bisa bersatu dimasa depan ! Lanjut thor ,,,, gsabar lanjutanya

  14. Hmm,,nyesek,nyesek bcanya..penyakit sulli eon bahaya bnget,dia tdk blh sdikitpun terluka..mna dia amnesia lgi,disaat temanx sdh baik..lupa minho oppa lgi,,??tpi sulli eon harus pura2 lupain minho oppa tuk masa dpn minho oppa,,sedih bnget bcanya..:'(,,mudah2an minsul bersatu..next eon..

  15. kasihan sama sulli 😦 awal’a aku kirain dia pura2 amnesia, eh ternyata kagak.
    dan setelah ingatan’a balik lagi, dia harus rela buat melepas minho. supaya minho mengejar cita2’a

  16. Yah,nyesek bgt bc’a…

    Awalnya sulleon lupa sma minppa,dan stelah mengingat minppa
    Ternyata sulleon pura2 gak inget minppa,

    next… Jgn lma2 wokeh 😉

  17. OMG ternyata ingatan sulli sudah kembali..
    Terus apa mereka bener2 akan berpisah? Please jangaaann.. huhu😂😂
    Semoga mereka dipertemukan dengan cinta mereka masing2…

  18. Udah lama ngga baca ff ini, langsung ke part 20. Minsul harus pisah? Omo…!!! itu ngga boleh terjadi. Sulli kan udah inget, jangan buat minho kira dia masih amnesia. Kasian kalo begini dua”nya tersiksa T^T

  19. Usap air mta brharga ane yg lagi2 nangis krna minsul dan usap ingus skalian bwt Orizuka eonni yg bkin crita nih sadddddddddddd bnget
    tpi critanya daebak bnget deh
    semuanya udah tw kondisi sulli,akhirnya tmen2nya udah respek ama sulli tpi syangnya sulli kgak inget sma skali apalagi ama minho (kasian luh bang,wjah loh emang abstrak) papi siwon kok kejam bnget si pa ama anaknya,msak gak boleh minsul bwt brsatu sih Ah….. Jahat deh
    Eh tunggu sulli udah inget toh ama minho ??? Dia lakuin itu bwt minho pergi ??? Tragis bnget deh kisah mreka tpi jgn sad ending yah (Jebal…..Jebal……)
    next eonni critanya lanjutttttttt
    udah kgak sbar bwt tw kisah kopel yg mmbahana ini
    fighting eonni + MUACH :*:*:*

  20. Ya ampuunnn tidak adakah yg lebih rumit dan lebih menyakitkan dripada ini..permasalahan sulli kail dan mibho udah kaya benang kusut yg susah buat diuraikan lagi..
    Dan sekarang mereka akan menjalani kegidupan masing” dg jalanya masing”
    Nyesek sendiri dg apa yg dialami ama sulli dan g tau apa bisa sulli melewati itu semua….

  21. Masya Allah kapan air mataku ini berakhir menetes 😥 duh sulli pake acara pura-pura segala -_-. Minho oppa semangat yah, semoga minsul dapet titik terang ke depannya :’)

Leave a reply to Cyrilla Nadia Cancel reply